Monday, June 14, 2010

Mewiraswatakan pemerintah, mungkinkah?

Kualitas layanan publik akan terus menjadi perhatian semua pihak. Pemerintah sebagai penyedia layanan publik dituntut untuk terus berbenah meningkatkan kualitas. Tuntutan masyarakat terhadap layanan publik semakin meningkat seiring tingginya kebutuhan akan layanan ini. Masyarakat menuntut instansi penyedia layanan untuk meningkatkan kauntitas dan kualitasnya, di sisi lain instansi penyedia layanan berkilah bahwa birokrasilah yang menghambat mereka untuk bisa memenuhi semua tuntutan itu. Hal Ini sama artinya instansi-instansi tersebut menyalahkan pemerintah sebagai pemilik saham yang tidak memberikan keleluasaan kepada mereka untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi. Tentunya saja kebebasan atau keleluasaan di sini berupa peraturan yang memberikan mereka ruang gerak yang lebih elastis. Banyaknya tuntutan dari berbagai instansi/satuan kerja (satker) yang selama ini berperan menyediakan semi barang dan /atau jasa publik seperti rumah sakit dan perguruan tinggi negeri yang ingin menjadi lembaga otonom dalam mengelola bisnis mereka. Tuntutan ini seiring dengan berbagai pendapat yang menyatakan bahwa kebijkan publik yang ada dapat menjadi salah satu faktor penghambat atupun pendukung peningkatan kualitas layanan publik.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa selama ini pelayanan sebagian besar rumah sakit plat merah masih kurang memuaskan kalau tidak mau dikatakan jelek. Sebagai institusi pemerintah yang punya tugas menyediakan layanan kesehatan bagi masyarakat, tanpa kecuali, semua yang butuh harus mendapat layanan. Kebanyakan dari kita paling tidak pernah merasakan layanan rumah sakit meski hanya sekedar berobat jalan, melakukan medical chek up ataupun hanya menjenguk kerabat yang sedang menjalani rawat inap. Dapat dikatakan hampir semua lapisan masyarakat membutuhkan jasa instansi ini. Kalo ada cerita tentang rumah sakit negeri pasti kebanyakan tentang kekurangannya saja, mulai dari porses pendaftaran sampai sikap dokternya. Sebaliknya kalo rumah sakit swasta hampir pasti orang bilang banyak bagusnya. Tetapi apa benar rumah sakit swasta memang lebih bagus pelayanannya di banding milik pemerintah? Kalau lebih mahal ya barangkali. Tentunya ini memerlukan kajian tersendiri.
Sebagaimana dikatakan oleh Max Weber, pakar administrasi negera dari Jerman, bahwa peranan pemerintah dapat dilihat dari dua perspektif. Pertama dari perspektif mekanik, dimana pemerintah mamainkan peran sebagai legislator dan administrator. Semua memahami bahwa pemerintahlah satu-satunya pemegang otoritas untuk memberikan legislasi atau membuat peraturan. Dapat dikatakan juga bahwa perspektif tersebut erat kaitannya dengan birokrasi. Kedua adalah perspektif organik, pemerintah mempunyai peran sebagai penyedia layanan publik. Peran ini tidak terpaku pada birokrasi yang kaku tapi harus lebih dinamis sesuai dengan tuntutan masyarakat dan dapat ditransformasikan ke lembaga yang otonom. Sebagai contoh layanan pendidikan, layanan kesehatan, atau pembinaan olah raga dapat dilakukan instansi pemerintah atau non pemerintah. Sementara fungsi yang tidak boleh ditransformasikan ke lembaga otonom seperti Legislasi, Pengaturan, Penetapan kebijakan pelayanan, Penganggaran, Peradilan, Penindakan, dan Pertanggungjawaban.
Lahirnya paket undang-undang bidang keuangan negara yang terdiri dari UU Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara, serta UU Nomor 15/2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara telah menandai era baru pengelolaan keuangan negara. Salah satu perubahan yang diamanatkan dalam paket undang-undang tersebut adalah pola pengelolaan keuangan badan layanan umum (PK BLU). Maka dengan adanya paket undang-undang di atas diharapkan dapat mereduksi hambatan-hambatan yang dikeluhkan masyarakat khususnya pelayanan publik oleh instansi pemerintah. Paket undang-undang tersebut merupakan tanggapan positif pemerintah terhadap banyaknya tuntutan dari berbagai instansi yang selama ini berperan menyediakan semi barang dan /atau jasa publik seperti rumah sakit ,perguruan tinggi negeri dan yang lainnya untuk menjadi lembaga otonom. Semangat yang diusung dalam paket undang-undang di atas adalah perubahan paradigma dalam sistem penganggaran yang semula menganut sistem tradisional menjadi sistem penganggaran berbasis kinerja. Pemerintah dalam menggunakan dana tidak lagi berorientasi pada input tetapi pada output. Tidak bisa dipungkiri lagi kalau sumber daya pemerintah semakin terbatas namun kebutuhan dana semakin tinggi. Dengan paradigma baru ini diharapkan dengan keterbatasan ini, pemerintah masih mampu memenuhi kebutuhan dana yang makin tinggi. Mau tidak mau penganggaran berbasis kinerja hasrus diterapkan karena dalam praktik pemerintahan modern diberbagai negara telah malaksanakannya.
Undang-undang N0.1/2004 merespon tuntutan akan peningkatan kualitas layanan publik. Instansi pemerintah yang memiliki fungsi dan tugas pokok menyediakan jasa/barang kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dan tentunya harus lebih menonjolkan produktivitas, efisiensi, dan efektifitas atau pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum. Sebagaimana dijabarkan dalam PP Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (BLU) dinyatakan bahwa BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktifitas. Harapan pemerintah, hendaknya tuntutan otonom tidak didasarkan pada semangat komersial belaka. Diharapkan, otonomi yang diberikan kepada instansi-instansi tersebut bisa mendongkrak mutu pelayanan mereka yang lebih baik. Berbeda dengan konsep BUMN/BUMND, kekayaan BLU merupakan kekayaan negara/daerah yang tidak dipisahkan serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan BLU yang bersangkutan. Pendapatan yag diperoleh BLU sehubungan degan jasa layanan yang diberikan merupakan pendapatan negara/daerah. Konsep ini dimaksudkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pengelolaan keuangan negara dan mendorong perbaikan kinerja pelayanan publik.
Dalam melaksanakan fungsi dan tugas pokok tersebut di atas, rumah sakit dapat memungut biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas jasa layanan yang diberikan. Imbalan tersebut merupakan pendapatan dari rumah sakit (sebagai saker BLU) berkenaan. Selama ini banyak rumah sakit yang beralasan kendala birokrasi dalam pengelolaan keuangannya sehinga memberikan pelayanan kurang optimal kepada masyarakat, maka dengan berubahnya status menjadi rumah sakit yang menerapkan pengelolaan keuangan BLU tidak ada alasan lagi untuk tidak memberikan layanan optimal. Kalau sebelumnya semua pendapatan yang diperolah rumah sakit bersangkutan harus disetor terlebih dulu ke kas negara sebagai pendapatan negara bukan pajak (PNBP) sesuai mekanisme APBN, maka dengan perubahan status menjadi BLU, rumah sakit tersebut dapat menggunakan secara langsung PNBP yang diperoleh. Memang cukup masuk akal, selama ini banyak rumah sakit yang kurang baik kulitas layanannya karena mereka terganjal birokasi untuk bergerak. Pendapatan yang mereka seluruhnya harus disetor ke kas negara. Sementara itu untuk menggunakannya membutuhkan prosedur yang cukup panjang serta memakan waktu lama. Kondisi ini tentu sangat mengganggu kinerja instansi seperti rumah sakit yang sering harus bergerak cepat dan tepat yang memertaruhkan nyawa pasien. Dengan koridor baru ini rumah sakit diharapkan akan lebih cepat dalam menangani pasien karena pembelian obat lebih mudah. Tidak ada lagi alasan lagi bagi rumah sakit karena persediaan obat habis kemudian pasien terlantar.
Sekali lagi rumah sakit hanya sebagai salah satu contoh sebagai instansi yang memilki potensi dikelola ala bisnis karena memperoleh pendapatan dari layanannya dalam porsi signifikan. Sehingga dengan memberikan fleksibilitas keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan kualitas layanan pada masyarakat. Rumah sakit dapat menyediakan jenis layanan ”VIP” bagi pasien yang berkantong tebal. Selanjutnya keuntungan dari jenis layanan tersebut dapat menjadi subsidi bagi pasien kurang mampu. Mungkin tidak akan terdengar lagi pasien dari keluarga miskin ditolak untuk berobat ke rumah sakit. Fleksibilitas pengelolaan keuangan BLU memungkinkan menuju arah tersebut. Wallahua’lam.

No comments:

Post a Comment